Tentang Saudara Sepersusuan


Saya mendapat permintaan informasi terkait saudara sepersusuan oleh seorang sahabat blogger, maka untuk memenuhinya sementara saya copas artikel ini dari http://tausyiah275.blogsome.com/2007/05/22/saudara-sepersusuan/trackback/ tentu dengan meminta ijin terlebih dahulu kepada si-empunya artikel. Semoga saya bisa menuliskannya suatu saat, insya’Allah.

Istilah/kegiatan sepersusuan sendiri bukanlah hal yg lazim di kalangan masyarakat Indonesia, meski ada juga yg melakukannya. Akan tetapi, hal ini bukanlah hal yg aneh di jazirah Arab, terlebih lagi di zaman Rasululloh SAW, kegiatan ini sudah menjadi lumrah, bahkan menjadi mata pencaharian bagi banyak wanita/ibu yang berasal dari dusun, yg notabene kurang mampu.

Bahkan jika kita menelusuri riwayat Rasululloh SAW, kita akan menemukan bahwa beliau disusukan kepada seorang perempuan, seperti halnya yg kebanyakan dilakukan oleh para bangsawan2 Arab di Mekah. Dalam sirah nabawiyah disebutkan, pada awalnya Muhammad kecil (saat bayi) nyaris tidak mendapatkan ibu susuan, karena kondisi Muhammad kecil sudah menjadi yatim (kehilangan ayah). Hal yang sama terjadi pada ibu susuan Muhammad, Halimah, yg karena hidupnya serba kekurangan, nyaris tidak mendapatkan bayi yg ‘memadai’ dan ‘layak’ untuk disusui.

Berikut aku nukilkan sebagian cerita tersebut.

Akan tetapi Halimah bint Abi-Dhua’ib yang pada mulanya menolak Muhammad, seperti yang lain-lain juga, ternyata tidak mendapat bayi lain sebagai gantinya. Di samping itu karena dia memang seorang wanita yang kurang mampu, ibu-ibu lainpun tidak menghiraukannya. Setelah sepakat mereka akan meninggalkan Mekah. Halimah berkata kepada Harith bin Abd’l-’Uzza suaminya: “Tidak senang aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim itu dan akan kubawa juga.”

Kembali ke topik…

Pada saat seorang anak disusukan kepada seorang ibu, maka akan timbul dan terjadi PERTALIAN DARAH, yg secara otomatis akan membuat anak tersebut HARAM/DILARANG MENIKAH dengan anak yang menyusu si ibu, baik anak kandung ibu itu ataupun anak lain yg sempat menyusui.

Al Qur’an sendiri sudah menyatakan larangan pernikahan antara saudara yg sepersusuan,“Dan (diharamkan atas kalian) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudara-saudara perempuan kalian dari penyusuan.” An-Nisa(4):23.

Untuk lebih mudahnya, aku gunakan ilustrasi berikut…

Emil kecil menyusu kepada ibu Dian. Ibu Dian ini mempunyai 2 orang anak, 1 laki-laki, dan 1 perempuan, masing2 bernama Doni dan Lea. Ibu Dian ini berprofesi sebagai ibu susuan bagi orang2 sekitarnya. Katakanlah, ada Fitri (anak pak Husni) dan Henny (anak bu Eka), yg ikut disusukan kepada bu Dian.

Akibatnya, jika telah besar nanti, Emil DILARANG MENIKAHI Lea, Fitri dan Henny, karena mereka berempat menyusu pada ibu yg sama. Demikian juga Doni dilarang menikahi Fitri dan Henny (untuk kasus yg sama, yakni saudara sepersusuan), sementara Doni dilarang menikahi Lea karena mereka keturunan yg sama.

Dikarenakan hal di atas, maka pengadaan BANK SUSU merupakan HAL TERLARANG. Mengapa? Karena pada umumnya bank susu (jika ada) CENDERUNG TIDAK MEMPEDULIKAN asal muasal dan garis keturunan dari pedonor susu.

Lho, tapi jika asal usulnya diketahui, bukannya boleh? Aku tetap berpendirian, LEBIH BAIK DILARANG!

Bingung?

Baik, aku berikan ilustrasi lagi…

Seorang bapak muda, pak Adrian, ditinggal mati oleh istrinya setelah melahirkan anak pertamanya, Ariel. Atas bujuan pak Anthony, pak Adrian kemudian disarankan untuk membeli susu dari bank susu.

Pihak bank susu sendiri barangkali hanya menuliskan nama pedonor, katakan bu Aprilia.

Hingga saat itu, barangkali tidak masalah, karena pak Adrian mengetahui bahwa pedonornya adalah bu Aprilia.

Yang akan menjadi masalah apabila pak Adrian tidak menelusuri kehidupan bu Aprilia setelah mendonorkan susunya ke bank susu. Jika bu Aprilia ternyata sudah menikah dan mempunyai anak perempuan, misalnya Maya, sedangkan pak Adrian dan Ariel tidak tahu, maka suatu saat di masa depan, bisa jadi Ariel akan bertemu dengan Maya dan akhirnya menikah. Padahal, mereka berdua sudah ‘disambungkan’ dengan air susu yg berasal dari ibu yg sama.

Apabila ini terjadi, maka pernikahan Ariel dan Maya HARUS DIBATALKAN, karena bertentangan dg An Nisa(4):23 di atas.

Berdasar ’skenario’ di atas, maka BUKAN HAL YG BIJAK jika didirikan bank susu, yg menampung air susu dari ibu2, karena hal ini bisa mengaburkan tali persaudaraan/hubungan darah.

Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa mencerahkan kita.

Penulis: abu4faqih

abu faqih

2 tanggapan untuk “Tentang Saudara Sepersusuan”

  1. hehehe, aduh pake dipasangin password segala. untungnya saya bisa nebak passwordnya.

    thanks for sharing. eh tapi kok saya baru denger soal wacana bank susu? emang beneran ada rencana itu ya? kalau itu sih bakal repot urusannya. mending gak usah aja ya. lebih seperti teman SMA saya yg meninggal setelah melahirkan, beberapa teman SMA kami yg lain yg sedang menyusui turut menyumbangkan ASI bagi si bayi piatu itu karena pada prinsipnya ASI jauh lebih baik daripada susu formula. 😀

    1. Malu lah, karena saya belum sempat2 buat posting dari request Opa. Tapi sudah terjawab kan sekarang. Tentang bank susu itu (bahkan saya sendiri pernah memikirkannya), saya juga belum dengar koq? Mungkin di luar negeri misal di Manila, saya baru dapatkan beritanya di sini.

Tinggalkan komentar